Cahaya kekuning-kuningan yang memantul dari tungku api di belakang Mina menerangi wajahnya, yang kadang-kadang terlihat terang dan kadang-kadang gelap
Di kampung Atat di Distrik Pulau Tiga, Asmat, Papua Selatan, rumah Mina tidak memiliki listrik.
Saat kami mulai melakukan wawancara di rumahnya pada Kamis, 26 Oktober 2023, langit sore mulai berganti jingga.
Setelah itu, semua menjadi gelap. Akhirnya, lampu sorot kamera dihidupkan untuk merekam wajahnya.
Pastor Pius Apriyanto Bria dan beberapa rekan kerjanya diantar ke rumah perempuan berusia awal 30 tahunan di kampung Atat.
Kami harus melalui jalan kecil yang terbuat dari papan kayu untuk sampai ke kampung As. Rawa-rawa yang saat itu kering berada sekitar satu meter di bawah kami.
Kami harus berhati-hati saat berjalan karena beberapa papan kayunya rusak dan berlubang.
Sungai kecil berwarna kecoklatan yang memisahkan kampung As dan Atat adalah tempat bermain anak-anak di malam hari.
Mereka mandi di sana setelah berloncat dari jembatan kayu. Kami melewati rumah-rumah yang dibangun pemerintah dengan atap seng biru.
Dinding dan alasnya terbuat dari kayu, dan di dindingnya terpasang papan kecil. Ada pesan:
Bantuan rumah kayu dari Dana Desa TA 2021.
Konstruksi rumah masyarakat Tipe 45.
101 juta dolar
Di sepanjang jalan juga ada beberapa rumah yang tampaknya dibangun sendiri oleh penduduk.
Ada beberapa di antaranya yang terbuat dari kayu dan ditutup dengan daun sagu atau nipah. Saya tidak yakin apakah bangunan sederhana itu dimaksudkan untuk dihuni atau merupakan jenis rumah adat.
Kami tiba di rumah Mina setelah perjalanan sekitar lima puluh menit.
Di depannya ada teras dan berpagar kayu. Ada lubang angin di atas pintu dan jendela.
Setelah itu, kami diterima dengan hangat oleh tuan rumah dan memasuki rumahnya, yang dindingnya tidak visit here dihiasi dengan hiasan apa pun selain noda kehitaman di beberapa dinding—bekas senderan kepala.
Rumah Mina, yang dibangun dengan pendanaan dari Dana Otonomi Khusus, memiliki setidaknya dua kamar.
Di bagian belakang terdapat ruangan yang agak besar yang menyerupai dapur, dan di pojokan ada tungku yang menyala.
Ada ceret alumunium dengan penyok kecil yang digantung di dekatnya.
Tidak jauh dari sana tergantung gulungan kain kelambu yang tampaknya dibuat oleh pemerintah untuk membantu mencegah nyamuk menggigit. Di dekat perapian juga ada ember dan jeriken plastik.
Dengan kulit kayu sebagai alas, kami duduk di atas papan kayu yang ringkih yang mengeluarkan bunyi «kriek, kriek…» saat kami berjalan di atasnya. Setelah wawancara, kaki videografer kami sempat terperosok.
Seperti yang diminta videografer kami untuk mengambil gambar, tuan rumah, Mina, duduk bersila di depan perapian.